PADA PENGHUJUNG tahun ini, kita kembali dihadapkan pada dua pergantian tahun yang sama-sama dimaknai sebagai momentum penting dalam dinamika kehidupan umat manusia, yakni pergantian tahun Hijrah dan Masehi. Semangat yang muncul pada setiap pergantian tahun seringkali membawa kita pada imajinasi sebuah perubahan. Ya, tentu saja, kita memiliki harapan besar di balik perubahan itu agar kehidupan seterusnya jauh lebih baik berbanding kehidupan masa lalu.
Hijrah yang dilakukan oleh teladan umat sepanjang masa, Rasulullah Muhammad SAW, merupakan peristiwa heroik dalam upaya membangun kehidupan umat dari masa-masa yang kelam menuju masa-masa yang penuh pencerahan. Dari situlah semangat perubahan terus diabadikan daripada satu generasi ke satu generasi. Simbol-simbol lahiriah ketika umat Muhammad berbondong-bondong melakukan penghijrahan akibat situasi keributan yang membuat kehidupan mereka merasa sangat tidak nyaman pun telah mengalami banyak pergeseran.
Simbol-simbol lahiriah di balik peristiwa hijrah berkenaan, jelas sudah jauh bergeser maknanya. Hijrah agaknya tak harus dimaknai sebagai penghijrahan dari satu tempat ke tempat lain, tetapi justru yang lebih penting adalah bagaimana agar kita mampu berhijrah secara spiritual dan intelektual. Spiritual berkaitan dengan pengukuhan rohani secara vertikal sebagai wujud sikap kepasrahan sepenuhnya terhadap Yang Maha Esa, sedangkan intelektual berkaitan dengan kepekaan akal budi dalam membangun semangat kesetiakawanan sosial secara horizontal di tengah kehidupan nyata.
Jika kedua nilai hijrah ini dapat dan semampunya diamalkan dalam kehidupan nyata, sudah pasti nilai kehidupan kita juga sentiasa mendapat rahmat daripada Ilahi. Malah banyak lagi nilai-nilai kehidupan yang mulia lahir ke setiap diri ahli masyarakat yang amat cintakan kebahagiaan, hidup yang harmoni, bebas dari segala perbuatan mungkar seterusnya mampu bergabung membangunkan agama, bangsa dan negara dengan bijaksana.
Ketua Satu IPS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan