WRITING is
adventure – menulis adalah petualangan, demikian kata Ernest Hemingway,
sasterawan besar Amerika yang karya-karyanya ditandai dengan jiwa-jiwa dan
nafas petualangan. Pendapat ini didukung oleh para pengagumnya, khususnya para
sasterawan Amerika Latin (misalnya Pablo Neruda dan Gabriel Gracia Marquez) dan
sasterawati Afrika Selatan Nadine Gordimer serta Milan Kundera, sasterawan
Cheko. Saya sebagai pengagum Hemingway, juga merasakan hal tersebut: menulis
adalah petualangan.
Yang dimaksud dengan ‘petulangan’
di sini adalah bukan petulangan secara raga, melainkan paduan dari kekayaan
batin dan intelektual, imajinasi (kreativiti dan pengembangan) serta kosa kata
(penguasaan bahasa). Paduan itu dirangkai menjadi suatu tulisan melalui proses
yang disebut proses kreatif.
Dalam Kamus Besar Dewan, kata
‘kreatif’ bermaksud memiliki daya cipta; atau memiliki kemampuan untuk
menciptakan. Jadi, proses kreatif adalah proses mencipta sesuatu dan konteks
dalam tulisan ini adalah mencipta tulisan atau menulis, baik tulisan yang bersifat fiksi maupun non-fiksi.
Mereka yang menulis fiksi disebut pengarang dan mereka yang menulis non-fiksi
disebut penulis. Seorang penulis boleh menjadi pengarang, tetapi pengarang pada
umumnya sedikit yang menjadi penulis. Hambatnnya, menjadi penulis diperlukan
topangan rujukan yang lebih luas dan mendalam, apalagi bila yang bersangkutan menulis
tulisan yang bersifat ilmiah. Tetapi bukan bererti bahawa menjadi seorang
pengarang itu lebih mudah dibandingkan menjadi penulis. Sebab, baik untuk
menjadi pengarang maupun penulis, keduanya memerlukan modal utama iaitu
memiliki dorongan yang kuat untuk menulis (the
strong will to write) atau dalam jargon penulisan kreatif disebut ‘lapar menulis’ (tidak sekadar haus).
Dapat dibayangkan, bagaimana jika kita lapar (kelaparan) harus makan. Tentunya,
jalan apa pun ditempuh, bukan? Matlamatnya adalah makan, harus makan. Dalam kes
‘lapar menulis’, jalan apa pun ditempuh, it’s
goal is do writing.
Jadi, jika kita ingin menjadi
penulis atau pengarang, untuk mencapainya adalah menulis – 'do writing, do it soon, very soon, don’t be postponed'. Sayangnya,
ramai pihak yang ingin menjadi pengarang atau penulis tetapi hanya sebatas
‘ingin’ kerana tidak juga menulis. Alasannya, sulit memulai, tidak punya waktu,
takut salah, malu atau tidak ada inspirasi atau idea yang sesuai untuk ditulis.
Akhirnya, proses menulis pun tertunda.
Benar, untuk memulai menulis memang
memerlukan proses kreatif iaitu dimulai dengan adanya idea (kekayaan batin dan
intelektual) sebagai bahan tulisan. Pengalaman saya, idea itu diperolehi setiap
saat, bila mahu menulis. Sumber utamanya adalah bacaan, pergaulan, perjalanan,
kontemplasi, monolog, konflik dengan diri sendiri mahupun dengan di luar diri
kita (external), pemberontakan (rasa tidak puas), dorongan mengabdi,
kegembiraan, mencapai prestasi, tuntutan profesion dan sebagainya. Semuanya itu
dapat dijadikan gerbang untuk mendorong memasuki proses kreatif menulis.
Kuncinya adalah punya hasrat yang kuat untuk menulis yang sebelumnya telah saya
sebut sebagai 'the strong will to write'
sebagai modal utama untuk mulai menulis.
Modal kedua,
adalah berkomitmen disertai disiplin untuk menulis. Antara lain mempuyai jadual
tetap untuk menulis dan rajin mengumpulkan idea-idea yang akan ditulis. Kedua
hal tersebut perlu ditaati agar proses kreatif tidak terputus. Sayangnya,
kadang kegiatan rutin yang wajib kita kerjakan membuat kegiatan menulis jadi
tertunda atau terbengkalai sehingga tulisan tidak pernah menjadi suatu karya.
Untuk menyiasatinya, maka perlu menulis di pagi hari (dini hari) atau malam
(hingga larut malam, menjelang pagi). Baik juga memanfaatkan waktu luang pada
hujung minggu atau hari libur. Yang penting, ada waktu khususnya untuk memberi
‘ruang’ proses kreatif yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan.
Proses kreatif menulis akan
terwujud dengan baik apabila adanya konsentrasi untuk menulis, menghimpun
materi yang akan ditulis, pengembangan materi yang akan ditulis (mapping mind – menulis dalam kepala).
Selain daripada itu tumpuan juga diberikan terhadap perlunya dukungan rujukan
dan saranan menulis, membuat deraf yang akan ditulis juga tentukan fiksi atau
non fiksi. Bila diperlukan, diskusi dengan teman untuk membicarakan tulisan
akan ditulis.
Ini ditambah lagi dengan menyusun
jadual untuk menulis disesuaikan dengan jam produktif, kemudian bersedia siap menulis tanpa keraguan atau
kebimbangan. Maknanya harus bersungguh-sungguh. Menulis bukanlah sekadar
membuat kalimat, melainkan diperlukan kemampuan mengolah kata. Kata-kata yang
diolah juga bukan sembarang kata, melainkan kata-kata yang telah dipilih
(terpilih) untuk dijadikan media menulis. Kata-kata yang dipilih ini akan
membuat tulisan baik atau buruk, menarik atau membosankan dan mudah atau sulit
difahami pembacanya.
Dalam teori
penulisan kreatif, untuk menjadi seorang penulis atau pengarang, pertama-tama
harus mampu memilih kata-kata yang akan dijadikan media tulisannya. Kerana,
kata-kata ini merupakan senjata utama bagi penulis atau pengarang untuk
‘menaklukkan’ pembaca. Agar dapat memilih dengan leluasa, maka setiap
pengarang/penulis wajib kaya atau punya koleksi kata-kata tak terbatas, untuk
dirangkai menjadi kalimat.
Pengkayaan kosa
kata dapat diperoleh dari bacaan, kamus, pergaulan dan penguasaan beberapa
bahasa asing. Penggunaan kosa kata ini tergantung pada keperluan masing-masing
(menulis untuk fiksi atau non-fiksi). Tentunya, keperluan pengarang dengan
penulis berbeza. Masing-masing punya jargon dan gaya tersendiri. Meskipun
demikian, mereka ini punya goal yang sama: tulisannya ingin dibaca pembaca
sebanyak dan seluas mungkin. Oleh kerana itu, setiap penulis dan pengarang pada
waktu menulis telah memikirkan siapa sasaran pembacanya sehingga tidak salah
‘tembak’.
Tulisan yang menarik samada fiksi
mahupun non-fiksi bagi pembaca, yang utama adalah mudah difahami. Ada pun yang
membuat sebuah tulisan itu mudah difahami, karya ditulis dengan kata-kata yang
mudah difahami pembacanya yakni tidak banyak menggunakan istilah asing dan
jargon-jargon tertentu yang tidak diketahui awam. Apabila ada kata-kata asing
atau jargon-jargon tertentu, buat penjelasannya. Karya ditulis dengan kalimat pendek
(idealnya 10 – 15 kata, bila lebih dari itu harus ditanda dengan tanda baca
yang ketat, agar pembacanya tidak tersiksa). Alur kalimat ditulis linier tidak
bersifat ‘labirin’ (bertele-tele), sehingga tulisan terasa mengalir. Tidak ada
pengulangan kata-kata dan tidak banyak kata sambung seperti: lalu, kemudian,
karena, jadi dan sebagainya.
Untuk tulisan ilmiah hindari
penggunaan kata-kata bersayap dan data yang tidak jelas. Untuk tulisan
non-fiksi hindari penggunaan kata yang sifatnya memberi kesan ‘kering’. Kata
bersayap diperlukan, juga bunga kata asal tidak berlebihan. Isi tulisan tidak
menggurui, tetapi memaparkan atau menjelaskan sekalipun itu tulisan yang
bersifat ‘pengajaran’.
Selain tulisan dengan struktur
susunan kata menjadi kalimat yang runtut dan faragraf yang tertata, sehingga tulisan mudah dicerna
pembacanya. Mampu menggunakan tanda baca (dalam tulisannya) dengan tepat.
Mencari pembaca sebelum tulisan diterbitkan untuk minta pendapatnya (jika
diperlukan). Banyak membaca buku-buku yang disukai pembaca untuk dipelajari
bahasa dan gaya penulisan para penulis atau pengarang buku-buku yang banyak
penggemarnya walaupun masing-masing penulis atau pengarang idealnya punya ciri
khas tersendiri.
Kemampuan
mengolah kata-kata untuk dirangkai menjadi kalimat tidak bisa dimiliki oleh
siapa pun dalam waktu sekejap. Melainkan, memerlukan latihan yang panjang
dengan cara terus menulis dengan jadual tertentu. Bahan yang ditulis boleh apa
saja, termasuk catatan harian. Kerana menulis merupakan ‘petualangan’ yang tidak
terbatas dan itu jelas menyenangkan.
Agar bentuk
tulisan terus terwujud, hindari membaca tulisan yang sedang dikerjakan. Sebab,
hal ini akan menimbulkan keragu-raguan kerana merasa tidak sempurna. Sehingga
tulisan akan diulang-ulang dan akhirnya tidak mejadi. Maka, sebaiknya tulisan
dibaca bila telah selesai ditulis (kecuali menulis novel, perlu dibaca bab per
bab).
Selain itu juga diperlukan
memampuan mengedit (menyunting) tulisan sendiri. Penyuntingan ini berguna untuk
menyesuaikan panjang tulisan dengan ruang yang akan dipergunakan untuk
menyiarkan tulisan tersebut. Penyuntingan juga membantu dalam penyempurnaan
kalimat, menciptakan peluang untuk mengkaji isi tulisan, gaya bahasa dan
pemilihan kata-kata di samping itu ada peluang menciptakan daya tarik seoptimal
mungkin untuk pembaca. Akhirnya, akan menonjolkan ciri khas gaya tulisan dan
meletakkan tulisan yang ditulis benar-benar matang.